Bojonegoro – Radarfakta. Dugaan pungutan liar (pungli) terhadap delapan sukarelawan penyeberang jalan di Desa Sumuragung, Kecamatan Sumberejo, memantik pertanyaan serius tentang tata kelola dan integritas aparat desa.
Pungutan yang disebut uang keberhasilan dan kas desa ini dipungut harian oleh oknum yang diduga anggota Linmas setempat, tanpa dasar hukum jelas.Menurut pengakuan R (inisial), setiap sukarelawan dipungut Rp5 ribu per hari, sehingga terkumpul Rp40 ribu per hari dari delapan orang.
Pungutan ini berlangsung sejak dua minggu lalu.“Sebelumnya tidak pernah ada. Kami hanya mengandalkan pemberian sukarela pengguna jalan, lalu sebagian kami sisihkan untuk membeli perlengkapan seperti lampu rambu dan rompi,” kata R, Rabu (13/8/2025).
Hasil penelusuran ke Peraturan Desa (Perdes) Sumuragung dan dokumen APBDes 2025, tidak terdapat pos pendapatan yang sah dari uang sukarelawan.
Pernyataan oknum Linmas bahwa pungutan ini untuk kas desa belum dapat diverifikasi, tidak ada bukti setoran ke rekening resmi kas desa, dan bendahara desa.Potensi skenario yang muncul, yakni masuk kas desa secara informal – namun melanggar mekanisme pencatatan resmi ataukah masuk kantong pribadi atau kelompok, tentunya ini murni praktik pungutan liar yang memanfaatkan nama desa.
Sejumlah sukarelawan mengaku diancam akan digantikan orang lain jika menolak membayar, ancaman ini dilakukan meski titik penyebrangan berada di jalan poros provinsi, yang secara hukum menjadi kewenangan Dinas Perhubungan dan kepolisian, bukan aparat desa.
Tindakan ini berpotensi melanggar Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimal sembilan tahun. Jika terbukti dilakukan oleh aparat desa atau Linmas, unsur penyalahgunaan wewenang juga bisa dikenakan sesuai Pasal 423 KUHP.
Aktivis antikorupsi di Bojonegoro, yang dimintai tanggapan, menilai kasus ini harus diusut tuntas.“Pungutan ini tidak ada dasar hukumnya, apalagi disertai ancaman, aparat penegak hukum harus bertindak cepat sebelum praktik seperti ini menjadi budaya,” tegasnya.
Masyarakat dan sukarelawan berharap ada perlindungan resmi dari pemerintah desa dan kecamatan, termasuk penghentian segera pungutan tersebut, audit internal, dan klarifikasi terbuka terkait aliran dana. (red)