Desa Ngrance, Simbol Komitmen Tulungagung dalam Perlindungan Perempuan dan Anak

TULUNGAGUNG, RadarFakta — Komitmen serius dalam memperkuat perlindungan terhadap perempuan dan anak di tingkat akar rumput kian menguat. Pemerintah Desa Ngrance, Kecamatan Pekal, Kabupaten Tulungagung, resmi melangkah ke babak baru dalam pembangunan sosial berbasis perlindungan masyarakat. Jumat (31/10/2025), Desa Ngrance bakal ditetapkan sebagai Desa Percontohan “Desa Pintar dan Melindungi Perempuan dan Anak”, sebuah predikat prestisius yang diharapkan menjadi contoh bagi desa-desa lain di Jawa Timur bahkan nasional.

Penetapan ini merupakan bagian dari program strategis nasional yang dirancang dan diinisiasi oleh Jeny Claudya Lumowa, atau yang akrab disapa Bunda Naumi, seorang aktivis nasional yang dikenal luas sebagai pejuang perlindungan anak dan perempuan. Program ini lahir dari keprihatinan terhadap masih tingginya angka kekerasan domestik, pernikahan dini, serta lemahnya pemahaman hukum di masyarakat desa terhadap hak-hak perempuan dan anak.

Bunda Naumi menjelaskan, program ini tidak sekadar membangun desa yang “pintar” dalam konteks digital, tetapi juga membangun kesadaran sosial yang kuat terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

“Desa harus menjadi tempat yang aman dan ramah bagi perempuan dan anak. Dengan pengetahuan, kepedulian, serta kolaborasi lintas sektor, kita bisa menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi,” tegas Bunda Naumi saat menghadiri penetapan Desa Ngrance sebagai desa percontohan.

Desa Ngrance terpilih sebagai model karena dinilai memiliki komitmen tinggi dari kepala desa dan perangkatnya dalam membangun tata kelola pemerintahan berbasis keadilan sosial dan perlindungan masyarakat.
Kepala Desa Ngrance, H. Mujiono, menegaskan bahwa pihaknya akan mengoptimalkan semua sumber daya desa, mulai dari perangkat, lembaga masyarakat, hingga kader PKK dan Karang Taruna, untuk memastikan program berjalan efektif.

“Penetapan ini bukan sekadar simbol, tapi tanggung jawab moral. Kami ingin memastikan bahwa setiap perempuan dan anak di Ngrance merasa aman, dilindungi, dan memiliki ruang untuk tumbuh secara bermartabat,” ujar H. Mujiono.

Selain komitmen moral, Pemerintah Desa Ngrance juga telah menyiapkan regulasi internal desa, seperti pembentukan Tim Perlindungan Perempuan dan Anak (TPPA) di tingkat dusun, penguatan Posko Layanan Cepat untuk laporan kasus kekerasan, serta kerja sama dengan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Kabupaten Tulungagung untuk edukasi dan pendampingan psikologis.

Program “Desa Pintar dan Melindungi Perempuan dan Anak” berdiri di atas tiga pilar utama:

Setiap laporan kekerasan terhadap perempuan atau anak harus mendapat respon maksimal dalam 1×24 jam. Desa akan menyiapkan sistem pelaporan digital berbasis WhatsApp gateway dan aplikasi Desa Pintar Ngrance, yang terhubung langsung dengan Dinas Sosial, UPTD PPA, dan kepolisian.

Seluruh perangkat desa diwajibkan mengikuti pelatihan intensif mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelatihan ini diharapkan membentuk aparat desa yang tidak hanya administratif, tetapi juga memahami aspek hukum dan psikososial dalam penanganan kasus.

Desa Ngrance berupaya memanfaatkan teknologi digital dalam seluruh aspek pelayanan publik, termasuk penyebaran informasi hak-hak perempuan dan anak melalui portal desa, media sosial, serta sistem informasi terpadu yang bisa diakses masyarakat secara terbuka.

Langkah Desa Ngrance ini sejalan dengan keberhasilan Desa Sari Tani di Gorontalo, yang lebih dahulu diakui sebagai Desa Pintar dan Melindungi Perempuan dan Anak oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Desa Sari Tani terbukti mampu menekan angka kekerasan rumah tangga hingga 60 persen dalam dua tahun terakhir melalui sistem pelaporan cepat dan pendidikan komunitas.

Keberhasilan tersebut menjadi inspirasi bagi Bunda Naumi dalam memperluas jaringan desa percontohan serupa di berbagai daerah, termasuk Tulungagung.

“Jika Gorontalo bisa, maka desa-desa di Jawa Timur juga bisa. Kuncinya adalah kemauan untuk berubah, disiplin hukum, dan kepedulian sosial,” ujar Bunda Naumi.

Dengan penetapan ini, Desa Ngrance diharapkan menjadi mercusuar perubahan sosial di Kabupaten Tulungagung—desa yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga melek empati dan hukum. Program ini juga diharapkan dapat menjadi model pengintegrasian antara inovasi digital dan kebijakan sosial, sehingga isu perlindungan perempuan dan anak tidak lagi dianggap sekadar urusan domestik, melainkan bagian dari pembangunan berkelanjutan desa.

Jika program ini berhasil diimplementasikan dengan baik, maka Desa Ngrance akan menjadi contoh nyata bahwa perlindungan perempuan dan anak dapat dimulai dari desa, dari komunitas kecil yang sadar, tanggap, dan saling menjaga.
Langkah ini diharapkan mampu memicu lahirnya gelombang desa-desa pintar dan melindungi di seluruh Indonesia — desa yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kesetaraan, dan keberlanjutan sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Deskripsi gambar