- Bupati Trenggalek Launching Satgas Daya (Satuan Tugas Swadaya)
- Pisah Sambut Dandim 0806 Trenggalek: Letkol Yudo Pamit, Letkol Isnanto Siap Bertugas
- Nganjuk Unggul dalam Program Koperasi Merah Putih, Bawa Pulang Rp 3 Miliar
- Sekda Trenggalek Ambil Apel Di Dinas Perinaker Mengajak ASN Kerja Dengan Baik
- Peringatan Hari Bhayangkara Ke -79 Wabup Syah Menyampaikan Terima Kasih
- Pemasangan tiang fiber optik (FO) di kecamatan dander Diduga belum berizin
- Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPRD Nganjuk Bersama KTNR Terkait Odol
- Sekda Trenggalek Edy Soepriyanto Mengajak Bersahabat Dengan Alam
- Dugaan Ketidaktransparanan PTSL di Desa Kedungdowo, Warga Desak Kejari Nganjuk Segera Tuntaskan
- BPJS Ketenagakerjaan Gelar Media Gathering Bersama Pemkab Bojonegoro.
Apakah dia mengalami Depresi? Cek Bicaranya

Jakarta, Beberapa orang pandai menyembunyikan perasaan, dari luar tampak baik-baik saja meski hatinya menangis tercabik-cabik. Para ilmuwan baru-baru ini berhasil menentukan dengan tepat tingkat keparahan depresi berdasarkan cara berbicara.
Dalam penelitian yang diklaim sebagai yang terbesar di dunia tersebut, para ilmuwan menemukan bahwa cara berbicara susah dipalsukan ketika seseorang sedang depresi. Perubahan cara bicara itu bisa dipakai untuk mengukur tingkat keparahan depresi yang dialami.
Adam Vogel, kepala Speech Neuroscience Unit di University of Melbourne mengatakan bahwa cara berbicara adalah penanda kesehatan otak yang sangat kuat. Berbagai perubahan yang terjadi pada cara berbicara bisa menunjukkan seberapa bagus otak bekerja.
"Cara berbicara orang yang sedang depresi berubah dan dipengaruhi oleh terapi yang diberikan, menjadi lebih cepat dengan jeda yang lebih pendek," kata Vogel dalam laporannya di jurnal Biological Psychiatry seperti dikutip dari Medindia, Selasa (21/8/2012).
Dalam penelitian tersebut, Vogel melakukan pengamatan terhadap 105 pasien yang sedang menjalani terapi untuk menyembuhkan depresi. Beberapa hal yang diamati antara lain waktu, nada dan intonasi bicara yang kemudian dibandingkan dengan hasil pemeriksaan psikologis.
Para pasien diminta melakukan panggilan telepon ke sebuah mesin penjawab otomatis. Ada yang diminta berbicara apa saja, mengungkapkan perasaan dan sebagian hanya diminta untuk membaca teks supaya tidak perlu repot-reopot memikirkan mau bicara tentang apa.
"Temuan ini memungkinkan para psikolog jadi lebih fleksibel dalam memeriksa pasien dari jarak jauh, hanya dengan mendengarkan pola dan cara berbicara meski dari lokasi yang sangat jauh atau di kampung-kampung," kata James Mundt dari Centre for Psychological Consultation di Wisconsin.
